Restorative Justice Pasca-P21 di Blora: Siapa yang Berwenang? Tiga Wartawan Ditangkap, Kini Dibebaskan: Penegakan Hukum atau Kriminalisasi?

Kasus120 Dilihat

 

SIBAYGROUPKOMUNIKA.COMBlora, Kasus penangkapan tiga wartawan yang sempat menghebohkan Kabupaten Blora pada Mei 2025 kini memasuki babak baru yang membingungkan banyak kalangan. Setelah 90 hari ditahan oleh Polres Blora, ketiga wartawan tersebut tiba-tiba dibebaskan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ). Namun, proses RJ ini justru menyisakan tanda tanya besar tentang prosedur hukum dan kewenangan institusi penegak hukum.

Pasalnya, saat RJ dilakukan, status perkara sudah P21. Artinya, berkas perkara sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, dan seharusnya sudah siap dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Blora untuk disidangkan. Lalu, pertanyaannya: siapa yang berwenang menghentikan proses hukum melalui RJ ketika perkara sudah P21 – Polisi atau Jaksa?

Kronologi dan Posisi Hukum: RJ Pasca-P21

Dalam konferensi pers terbaru, kuasa hukum ketiga wartawan, John L. Situmorang, S.H., M.H., mengungkap bahwa pihaknya telah berulang kali berupaya menghubungi pelapor untuk meminta pertemuan dan menyelesaikan perkara secara damai, namun selalu ditolak. Bahkan, bantuan penyidik pun tidak membuahkan hasil.

Namun, tepat pada hari ke-30 masa perpanjangan penahanan terakhir dari Ketua Pengadilan Negeri Blora, secara mendadak pelapor — seorang oknum TNI AD berinisial RHP — menyatakan memaafkan para tersangka. RJ pun dilakukan, dan penahanan berakhir.

“Ini bukan semata-mata keadilan restoratif, ini menyisakan pertanyaan mendasar dalam aspek prosedural hukum,” kata John.
“Apakah Polisi masih memiliki kewenangan melakukan RJ jika perkara sudah P21? Bukankah itu sudah menjadi ranah Jaksa?”

Dugaan Kriminalisasi Wartawan: Fakta dari BAP

Lebih lanjut, John mengungkap fakta baru dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang justru mengarah pada dugaan kriminalisasi terhadap wartawan.

Menurutnya, permintaan untuk menurunkan berita bukan berasal dari inisiatif wartawan, melainkan dari seorang bernama Didik, yang mengaku sebagai kepala gudang milik oknum TNI AD yang kini menjadi pelapor dalam kasus ini.

> “Permintaan penghapusan berita justru datang dari Sdr. Didik, dan uang sebesar Rp4 juta diberikan terlebih dahulu — ini bukan pemerasan, ini lebih mirip jebakan,” ujar John.
“Lalu, mengapa justru wartawan yang dijadikan tersangka?”

Aroma Permufakatan Jahat & Upaya Bungkam Pers

Kasus ini pun menyeret dugaan lebih jauh: adanya persekongkolan untuk membungkam kebebasan pers. Permintaan menghapus berita yang berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan BBM subsidi seakan-akan menjadi akar dari semua peristiwa ini.

“Jika benar permintaan datang dari pihak pelapor, dan bukan wartawan yang memeras, maka ini adalah indikasi penyalahgunaan wewenang yang serius,” tambah John.

Restorative Justice: Solusi atau Pelanggaran Prosedur?

Secara normatif, Restorative Justice memang didorong dalam sistem peradilan pidana untuk mengedepankan penyelesaian secara damai. Namun, RJ memiliki batasan yuridis yang ketat, terutama dalam hal tahapan perkara.

Jika suatu perkara sudah dinyatakan P21, maka proses hukum berada di tangan Kejaksaan, bukan Kepolisian. Maka jika RJ dilakukan tanpa pelibatan aktif Kejaksaan atau tanpa dasar hukum yang sah, ada potensi pelanggaran hukum prosedural.

Langkah Selanjutnya: Klarifikasi ke Kejati Jawa Tengah

Tim kuasa hukum akan segera mengajukan permintaan resmi untuk klarifikasi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum). Mereka berharap kejadian ini menjadi pembelajaran serius dalam penegakan hukum, bahwa RJ bukan sekadar jalan pintas penyelesaian perkara — melainkan harus tetap menjunjung tinggi keadilan, kebenaran, dan kejujuran.

 

Transparansi, Keadilan, dan Perlindungan Pers

Kasus ini mengandung dua lapis persoalan hukum yang krusial:

1. Kewenangan RJ pasca-P21, dan

2. Indikasi kriminalisasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya.

Masyarakat dan komunitas pers kini menunggu kejelasan: apakah ini benar proses keadilan restoratif, atau justru manuver hukum untuk menutup-nutupi pelanggaran yang lebih besar?

Red/