Kasus Pungli Kepala Desa Jeruk, Mengapa Harus Lari ke Polda Jateng?”

Nasional102 Dilihat

 

SIBAYGROUPKOMUNIKA.COM.//Rembang .Aroma busuk pungutan liar kembali tercium, kali ini menyeruak dari Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang. Kepala desa setempat diduga menyalahgunakan kewenangan dengan meminta “biaya administratif” yang tak masuk akal kepada supliyer material batu alam, CV Balsepak Amanah.

Menurut laporan, biaya itu bukan recehan — melainkan 70% dari laba perusahaan milik pelapor berinisial B. Akibatnya, pelapor mengalami kerugian sekitar Rp75 juta. Laporan resmi pun sudah dilayangkan dengan nomor STPA/87/VIII/2025/DITRESKRIMSUS, Senin (18/8/2025).

Yang ironis, bukannya ditangani serius di tingkat Polres Rembang, laporan justru harus “naik kelas” ke Ditreskrimsus Polda Jateng. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah Unit 3 Tipikor Polres Rembang terlalu sibuk memaksakan perkara perdata jadi pidana, hingga buta terhadap dugaan pungli yang nyata-nyata merugikan rakyat?

Kuasa hukum dari Karisma Law Office yang terdiri dari Buhari Sutarno, S.H, Joko Purnomo, S.H, Moh Burhanuddin, S.H, serta Danang Rifai, S.H, S.Kom., M.M menegaskan bahwa dugaan pungli ini harus diusut tuntas. Pasalnya, tindakan kepala desa diduga melanggar:

UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi → Pasal 12 huruf e & f tentang pungutan liar dan penyalahgunaan jabatan.

UU Desa No. 6 Tahun 2014 → Kepala desa wajib mengelola wewenangnya untuk kepentingan masyarakat, bukan memperkaya diri.

Pasal 421 KUHP → larangan penyalahgunaan kekuasaan untuk memaksa memberikan sesuatu.

Publik pun menyindir: kepala desa kok tega memalak rakyat sendiri dengan dalih administrasi, hingga berani meminta 70% laba—itu bukan administrasi, tapi perampokan berjubah jabatan.

Dan lebih tajam lagi, Polres Rembang Unit 3 Tipikor kini dipertanyakan: untuk apa ada Tipikor kalau laporan dugaan pungli harus “diselamatkan” ke Polda Jateng?