Apakah Hukum Bisa Di tegakkan Sesuai Selera?

Rembang/ sibaygroupkomunika.com-Kasus yang seharusnya masuk ranah perdata, entah bagaimana bisa berubah wajah menjadi pidana di tangan penyidik Unit 3 Polres Rembang. Apakah hukum sekarang sudah bisa dipaksa mengikuti “selera penyidik”?

Padahal jelas, dalam sengketa investasi atau utang-piutang, ranah penyelesaiannya ada di perdata. Dari modal Rp120 juta, sudah ada pengembalian Rp31 juta, dan sisanya masih berputar dalam usaha rosok. Itu artinya ada iktikad baik, bukan niat jahat. Dimana letak pidananya?

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP mengamanatkan bahwa penyidik harus bertindak obyektif dan profesional. Lalu, Pasal 19 ayat (1) Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Polri menegaskan: “Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum, kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum.”

Kalau hukum perdata dipaksa jadi pidana, maka keadilan bisa mati di meja penyidik. Ironis sekali, hukum yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru bisa berubah jadi alat tekanan.

Masyarakat tentu bertanya-tanya: apakah penyidik Unit 3 Polres Rembang benar-benar sedang menegakkan hukum, atau malah menegakkan pesanan?

⚖️ Dasar Hukum yang Dilanggar Jika Memaksakan Perdata Jadi Pidana:

1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 – Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.

2. Pasal 3 KUHAP – Peradilan harus dilaksanakan cepat, sederhana, dan biaya ringan, bukan dipaksakan ke jalur pidana bila bukan domainnya.

3. Pasal 19 Perkap No. 14 Tahun 2012 – Penyidik wajib obyektif, tidak boleh menyimpang dari ranah hukum yang semestinya.

4. Putusan MA No. 1554 K/Pid/1991 – Menegaskan bahwa perkara perdata tidak boleh dipidana

 

Red/tim